BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Rabu, 24 Juni 2009

Manpaat internet bagi masyarakat

Manfaat internet yang besar seharusnya bisa dirasakan masyarakat luas. Kemiskinan tak boleh jadi penghalang, begitupun di Amerika Serikat (AS).

Dalam sebuah penelitian, kaum miskin di sana semakin dimanja akses internet broadband yang terkoneksi ke rumah mereka. Menurut survei dari lembaga Pew Internet & American Life Project, hampir separuh penduduk Amerika Serikat mempunyai fasilitas akses internet broadband di rumah. Salah satu faktor utamanya adalah meningkatnya penggunaan internet di kalangan minoritas dan kaum miskin.

Sebanyak empat dari sepuluh atau 40 persen orang Afro-Amerika (orang Amerika keturunan Afrika-red) kini mempunyai fasilitas broadband di rumah mereka. Pada tahun 2005, jumlahnya hanya mencapai 15 persen saja. Sementara, hampir sepertiga masyarakat pedesaan dan separuh masyarakat perkotaan di sana telah mempunyai fasilitas serupa.

"Pendapatan dan ras kini bukan lagi faktor penting dalam masalah adopsi internet," tegas laporan lembaga Pew Internet Project.

Tantangan

Namun, menurut Internet Innovation Alliance, lembaga nirlaba yang mengusahakan pemasyarakatan internet, masih banyak hal harus dilakukan untuk mengatasi tantangan yang membuat orang-orang miskin Amerika tak bisa menikmati internet.

"Penemuan tersebut mengindikasikan bahwa adopsi internet di AS makin meningkat," sebut Larry Irving, co-chairman dari lembaga Internet Innovation Alliance.

"Kemajuan ini memang mengesankan. Namun masih ada kesenjangan penggunaan broadband di daerah pedesaan dan di antara kelompok minoritas dibandingkan dengan yang lain dalam merasakan manfaat internet," tandasnya lagi seperti dikutip detikINET dari PC World, Senin (9/7/2007).

Lembaga ini pun menyarankan agar pemerintah membuat kebijakan yang diperlukan untuk semakin memasyarakatkan penggunaan internet di Amerika Serikat.

Pemanfatan Internet

Manfaat Internet Merambah Masyarakat Pedesaan


Internet kini bukan lagi monopoli masyarakat di perkotaan, tetapi sudah merambah warga pedesaan. Para petani di banyak desa sudah merasakan manfaat internet untuk memperoleh informasi tambahan mengenai persoalan pertanian, pasar, harga komoditas, dan sebagainya.

Sudah setahun ini Umar Husein, petani teh rosela asal Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir, bersama kelompok tani teh binaannya di Kota Pagar Alam, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), dan Kota Palembang, Sumatera Selatan, belajar menggunakan internet. Bagi mereka, internet ternyata sangat berguna untuk mencari informasi tambahan mengenai sistem pengolahan dan pemasaran teh rosela.

"Berkat internet, kini saya bisa mendapat pengetahuan tentang berbagai hal, seperti cara pengepakan produk teh, penyajian informasi gizi dari teh rosela, sampai bagaimana strategi menjual teh ini kepada konsumen," ujar Umar, Sabtu (20/10).

Internet sangat mendukung usaha Umar karena memungkinkan ia memperoleh informasi apa pun serta berinteraksi dengan calon pembeli, dengan biaya komunikasi yang relatif murah.

Meski mengaku sangat kikuk pada awalnya, Umar mengatakan belajar internet ternyata tidak sesulit seperti yang dibayangkan. "Semua informasi tersedia," ucapnya.

Untuk mendukung usaha dan pengembangan teh rosela di Indonesia, Umar lalu menyebarluaskan manfaat dan cara penggunaan internet kepada para petani teh rosela di OKI, Pagar Alam, dan Palembang.

Ia harus berkeliling tiga kali seminggu ke kelompok-kelompok petani teh rosela. Umar bahkan rela menyediakan satu unit komputer bagi setiap kelompok petani dan menanggung biaya koneksi internet tersebut. Kini Umar dan petani teh rosela binaannya sudah memiliki e-mail pribadi untuk berhubungan dengan calon pembeli. Dengan internet, Umar mengaku biaya komunikasi telepon bisa ditekan.

Internet menyajikan dunia secara tanpa batas. Lewat sarana inilah Gereja St Petrus Kanisius Wilayah Lor Senowo Paroki Sumber yang dikenal dengan nama Gubuk Selo Merapi (GSPi) ikut memperkenalkan diri.

Gereja di lereng Gunung Merapi yang berjarak sekitar 30 km dari Magelang, Jawa Tengah, ini "menyapa dunia" di www.egspi.blogspot.com sejak Juli 2007.

Anton Wijayanto dari Sekretariat Paroki Sumber bersama rekannya, Hariyadi, memasukkan catatan beragam kegiatan yang sudah dilaksanakan berikut agenda kegiatan GSPi selama satu bulan mendatang.

"Setiap kali ada kegiatan baru sebisa mungkin kami segera melakukan up-dating dalam blog," ujar pria lulusan D-3 Teknik Perkapalan Universitas Diponegoro, Semarang, ini. Mereka menggunakan fasilitas yang disediakan oleh sebuah operator seluler.

Upaya untuk tampil di dunia maya, menurut Anton, merupakan salah satu langkah penting untuk memublikasikan sekaligus mempromosikan GSPi.

Takaran pupuk

Di Desa Pabelan, Kecamatan Mungkid, Magelang, pemanfaatan internet dilakukan dengan cara berbeda. Di Telecenter e-Pabelan, lembaga yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat milik Pondok Pesantren Pabelan, pengguna yang mayoritas adalah petani memanfaatkan internet guna mengeruk informasi tentang pertanian. "Soal dosis pupuk yang tepat serta benih padi unggul, semuanya kami ajarkan agar mereka bisa mendapatkan informasinya sendiri melalui internet," ujar Hardi, fasilitator Telecenter e-Pabelan.

Semula program pengenalan internet ini mendapat dukungan dana hibah dari Program Pembangunan PBB (UNDP). Namun, sejak tahun 2006 hingga sekarang program ini menggunakan dana mandiri, hasil dari uang penyewaan fasilitas internet.

Telecenter e-Pabelan mengenakan biaya akses Rp 2.000 per jam untuk kelompok petani dan sewa penggunaan komputer untuk keperluan lain Rp 1.000 per jam.

Hardi mengakui, pada awal pendampingan pengenalan internet di masyarakat pedesaan memang sangat sulit. "Jangankan mengenal, untuk memegang keyboard saja tangan mereka gemetaran," katanya.

Kini sudah ada 10 kelompok petani yang aktif menggunakan internet, setiap kelompok beranggotakan 15 hingga 25 orang. "Melalui internet, saya sekarang tahu bagaimana caranya melakukan sistem pertanian organik" tutur Muslimah, seorang petani Desa Pabelan.

Kesadaran petani itu pulalah yang mendorong tumbuhnya warung internet (warnet) di pedesaan. Ezra (18) mengaku tak perlu lagi jauh-jauh ke Kota Yogyakarta untuk dapat mengakses internet. Di Desa Tegal Piyungan, Kecamatan Piyungan, Bantul, DI Yogyakarta, tempat Ezra tinggal, kini sudah ada warnet.

Terkait makin meluasnya internet ke pedesaan, Direktur Pusat Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi ITB Armein ZR Langi mengatakan, setidaknya ada empat hal yang harus disiapkan untuk mewujudkan internet masuk desa, yaitu infrastruktur jaringannya, aplikasi, konsep pengelolaannya, dan kesiapan penggunanya.

Sementara itu, pakar internet Onno Purbo berpendapat, yang paling siap menerima sosialisasi penggunaan internet masuk desa adalah anak-anak sekolah. (ONI/EKI/DYA/PRA/WKM/THT)